Senin, 02 April 2012

Artikel Ternate Tidore


KERAJAAN TERNATE DAN TIDORE

       I.            Letak
Secara geografis kerajaan ternate dan tidore terletak di sebelah barat Pulau Halmahera, Maluku Utara antara sulawesi dan irian jaya. Wilayah kekuasaan kedua kerajaan ini meliputi Kepulauan Maluku dan sebagian Papua. Pembagian wilayah kekuasaan dari kedua kerajaan tersebut adalah sebagai berikut : Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian (Papua), dikuasai oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo, dan Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh Kesultanan Ternate.

       II.            Raja-Raja Yang Memerintah
Berikut beberapa raja yang memerintah kerajaan Ternate :
1.      SULTAN KHAIRUN
Sultan Khairun memerintah kerajaan Ternate pada 1550-1570. Sultan Khairun menentang perilaku bangsa portugis yang saat itu yang memberlakukan politik monopoli. Secara terang-terangan Sultan menentang politik yang diberlakukan Portugis pada saat itu. Selain itu Sultan Kahirun juga menentang ajaran agama yang dibawa oleh bangsa portugis. Karena ternyata bangsa Portugis tidak hanya berdagang melainkan juga berusaha melakukan penyebaran terhadap agama mereka. Ketidaksetujuan Sultan Hairun terhadap Portugis tidak berbentuk kekerasan, sebaliknya Sultan Haitun bersedia berunding dengan Portugis di Benteng Sao Paolo. Ternyata niat baik Sultan Hairun dimanfaatkan Portugis untuk menahannya di benteng tersebut. Keesokan harinya Sultan Hairun telah terbunuh hal ini terjadi pada tahun 1570.
Keberhasilan Sultan Khairun selama menjadi pemimpin di Kerajaan Ternate dapat dilihat saat Sultan Khairun berhasil memperluas daerah kekuasaan Ternate sampai ke Filipina.
2.      SULTAN BAABULAH
Dengan kematian Sultan Hairun, maka rakyat Maluku semakin membenci Portugis, dan kembali melakukan penyerangan terhadap Portugis yang dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1575. Perlawanan ini lebih hebat dari sebelumnya sehingga pasukan Sultan Baabullah dapat menguasai benteng Portugis. Keberhasilan Sultan Baabullah merebut benteng Sao Paolo mengakibatkan Portugis menyerah dan meninggalkan Maluku. Lalu Bangsa Portugis bergerak ke Selatan dan menaklukan timor pada tahun 1578. Dengan demikian Sultan Baabullah dapat menguasai sepenuhnya Maluku dan pada masa pemerintahannya tahun 1570 – 1583 kerajaan Ternate mencapai kejayaannya karena daerah kekuasaannya meluas terbentang antara Sulawesi sampai Irian dan Mindanau sampai Bima, sehingga Sultan Baabullah mendapat julukan Tuan dari Tujuh Pulau Dua Pulau.





      III.            Kehidupan Politik Kerajaan
Pada abad ke 12 M, Permintaan akan cengkeh dan Pala dari negara Eropa meningkat pesat. Pada masa itu, kepulauan maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar (di juluki sebagai “The Spicy Island”). Sehingga saat itu dibuka perkebunan di daerah Pulau Buru, Seram dan Ambon.
Rempah-rempah menjadi komoditas utama dalam dunia perdagangan pada saat itu, sehingga setiap pedagang maupun bangsa-bangsa yang datang dan bertujuan ke sana, melewati rute perdagangan tersebut. Keadaan seperti ini, telah mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakatnya, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Karena permintaan akan rempah-rempah yang meningkat dan dengan adanya kepentingan atas penguasa perdagangan terjadilah persekutuan daerah antara kerajaan. Persekutuan-persekutuan tersebut adalah Uli Lima (Persekutuan Lima). Yaitu persekutuan antara lima saudara yang dipimpin oleh Ternate (yang meliputi Obi, Bacan, Seram dan Ambon, serta Uli Siwa (persekutuan Sembilan) yaitu persekutuan antara sembilan bersaudara yang wilayahnya meliputi Pulau Tidore, Makyan, Jahilolo atau Halmahera dan pulau-pulau di daerah itu sampai Papua.
Dengan adanya perjanjian Saragosa, maka Portugis berkuasa di Maluku sedangkan Spanyol harus meninggalkan Maluku dan memusatkan perhatiannya di Philipina. Dan akibat dari perjanjian Saragosa, maka Portugis semakin leluasa dan menunjukkan keserakahannya untuk menguasai dan memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Untuk dapat memperkuat kedudukannya di Maluku, portugis mendirikan benteng yang diberi nama Benteng santo Paulo. Tindakan sewenang-wenang Portugis menimbulkan kebencian di kalangan rakyat Ternate, bahkan bersama-sama rakyat Tidore dan rakyat di pulau-pulau lainnya bersatu untuk melawan Portugis. Selain melakukan monopoli kedatangan Portugis juga membawa dampak dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat di Maluku. Rakyat Maluku menjadi menganut agama yang beragam. Ada yang menganut Katolik, Protestan, dan Islam. Pengaruh Islam sangat terasa di Ternate dan Tidore. Pengaruh Protestan sangat terasa di Maluku bagian tengah dan pengaruh Katolik sangat terasa di sekitar Maluku bagian selatan.

   IV.            Penyebab Mundurnya Kerajaan
Ternate dan Tidore hidup berdampingan secara damai. Namun, kedamaian itu tidak berlangsung selamanya. Setelah Portugis dan Spanyol datang ke Maluku, kedua kerajaan berhasil diadu domba. Akibatnya, antara kedua kerajaan tersebut terjadi persaingan. Portugis yang masuk Maluku pada tahun 1512 menjadikan Ternate sebagai sekutunya dengan membangun benteng Sao Paulo. Spanyol yang masuk Maluku pada tahun 1521 menjadikan Tidore sebagai sekutunya.
Dengan berkuasanya kedua bangsa Eropa itu di Tidore dan Ternate, terjadi pertikaian terus-menerus. Hal itu terjadi karena kedua bangsa itu sama-sama ingin memonopoli hasil bumi dari kedua kerajaan tersebut. Dengan berlakunya politik monopoli perdagangan, terjadi kemunduran di berbagai bidang, termasuk kesejahteraan masyarakat.
Selain hal tersebut, penyebab mundurnya kerajaan Ternate dan Tidore juga datang dari aspek social, yaitu Kedatangan bangsa portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk menjalin perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin mengembangkan agama katholik. Dalam 1534 M, agama Katholik telah mempunyai pijakan yang kuat di Halmahera, Ternate, dan Ambon, berkat kegiatan Fransiskus Xaverius.
Seperti sudah diketahui, bahwa sebagian dari daerah maluku terutama Ternate sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk memancing pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan bila pertentangan sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan campur tangannya orang-orang Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan
merekalah yang berkuasa. Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang sudah memeluk agama Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini menimbulkan masalah-masalah sosial yang sangat besar dalam kehidupan rakyat dan semakin tertekannya kehidupan rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar